Terancam Lumpuh, Kondisi Tiga Warga Badui yang Digigit Ular Tanah Makin Parah

ULAR TANAH

PANDEGLANG – Tiga warga Badui di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten, menjadi korban gigitan ular berbisa jenis ular tanah dan kondisinya cukup parah.

“Tiga korban gigitan ular berbisa itu warga Kampung Cibogo dan Kampung Pamoean menolak untuk dirujuk ke RSUD Banten,” kata Koordinator Sahabat Relawan Indonesia (SRI) Muhammad Arif Kirdiat di Lebak, Selasa.

Bacaan Lainnya

Mereka menolak dirujuk ke RSUD Banten dengan berbagai alasan, di antaranya merasa ketakutan mengeluarkan biaya perawatan medis cukup besar, karena mereka tidak memiliki BPJS Kesehatan.

Padahal, mereka difasilitasi oleh SRI untuk dirujuk ke RSUD Banten dengan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).

“Semua pasien yang dirujuk itu dengan menyertakan SKTM untuk warga Badui, karena sudah bekerja sama antara SRI dan RSUD Banten,” katanya menjelaskan.

Menurut dia, alasan lainnya ketakutan lama untuk menjalani perawatan medis di RSUD Banten, karena sudah mendekati tradisi ritual Kawalu.

“Warga korban gigitan ular itu tinggal di kampung yang berdekatan dengan lokasi permukiman Badui Dalam yang masih kuat memegang tradisi adat,” ujarnya.

Terancam Lumpuh

Calloselasma rhodostoma atau ular tanah tergabung ke dalam anak suku Crotalinae. Spesies ini masih berkerabat dengan ular derik, yang terbagi ke dalam genus Crotalus dan Sistrurus.

Famili Viperidae sendiri membawahi empat anak suku yaitu Crotalinae, Viperinae, Causinae dan Azemiopinae. Keempatnya diketahui sangat berbisa, sehingga berbahaya bagi manusia.

Melansir berbagai sumber, kematian akibat gigitan C. rhodostoma mencapai 2 persen. Gigitannya terbilang sangat menyakitkan; menimbulkan pembengkakan hingga kematian jaringan saraf.

Ukuran ular tanah sebenarnya tidak terlalu besar, badannya relatif gemuk dan agak pendek. Rata-rata panjang tubuhnya hanya 76 cm, walaupun ada pula yang ditemukan sekitar 91 cm.

Spesies ini bisa ditandai dari punggungnya yang bercorak cokelat kemerahan atau kemerah-jambuan. Bagian ini juga dihiasi oleh pola berbentuk segitiga, yang berjumlah 25–30 pasang.

Pola bercaknya ini berwarna cokelat gelap, berseling dengan corak cerah kekuningan. Tubuh bagian samping juga mempunyai corak cokelat, tetapi dengan warna dasar yang lebih pucat.

Bentuk kepala mereka mengerucut dengan moncong yang runcing. Warnanya relatif serupa dengan kulit punggung, hanya saja dihiasi oleh sepasang pita keputihan di bagian atas mata.

Tidak cuma itu, spesies C. rhodostoma memiliki corak perisai yang simetris pada bagian atas kepalanya. Ini bisa menjadi identitas, yang membedakan mereka dari spesies Crotalinae lain.

Ular tanah merupakan hewan terestrial sejati. Mereka menghabiskan sebagian besar waktu di tanah; melingkar di balik semak-semak hutan sembari menunggu mangsa untuk disergap.

Spesies C. rhodostoma sendiri hidup di hutan belantara hingga area pertanian yang lembap. Mereka cukup sering dijumpai di sekitar pemukiman, terutama di tempat yang tidak terurus.

Berdasarkan distribusinya, populasi ular tanah tersebar mulai dari Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, Semenanjung Malaya bagian utara sampai ke Indonesia, khususnya di Pulau Jawa.

Mereka dikenal memiliki beberapa julukan seperti bandotan bedor, oray lemah, hingga oray gibug. Tak banyak yang tahu bahwa spesies C. rhodostoma terbagi menjadi dua subspesies.

C. r. rhodostoma dapat kita temukan hampir di seluruh negara Asia Tenggara. Sedangkan C. r. annamensis umumnya hidup di hutan-hutan berbatasan Vietnam selatan hingga Kamboja.

Ular tanah bisa menjadi sangat agresif jikalau merasa terganggu. Kemampuan kamuflasenya juga cukup tinggi, sehingga mudah sekali terinjak oleh manusia saat sedang melintasi hutan.

Bila merasa terancam, jenis ular ini akan memipihkan badan serta menekuk lehernya hingga membentuk huruf ‘S’. Pada posisi ini kita harus siaga, sebab artinya mereka siap menyerang.

Saat menggigit, taring ular tanah yang panjang menembus sampai bagian kulit terdalam dan menyebarkan bisa. Ini dapat menimbulkan pembengkakan hingga disfungsi anggota badan.

Beberapa kasus gigitan C. rhodostoma diketahui menyebabkan amputasi pada bagian tubuh korban. Satu-satunya cara untuk mencegah hal tersebut, adalah pemberian serum anti-bisa.

Di satu sisi, bisa ular tersebut bermanfaat untuk kebutuhan pengobatan trombosis. Bisanya itu pakar sinyalir mengandung anti-koagulan, yang mencegah terjadinya pembekuan darah.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *