JAKARTA – Penumpang yang terluka akibat turbulensi parah dalam penerbangan Singapore Airlines kemungkinan besar memenuhi syarat untuk mendapatkan kompensasi.
Namun, berdasarkan perjanjian internasional, jumlah yang kompensasi yang diterima setiap penumpang bisa sangat berbeda, sekalipun untuk cedera yang sama.
Melansir Reuters, satu penumpang meninggal dan maskapai mengatakan 30 penumpang dirawat karena luka-luka setelah penerbangan dari London ke Singapura melakukan pendaratan darurat di Bangkok pada hari Selasa. Rumah Sakit Samitivej mengatakan pihaknya merawat 71 penumpang.
Berdasarkan Konvensi Montreal, Singapore Airlines bertanggung jawab atas kecelakaan, termasuk turbulensi, pada penerbangan internasional terlepas dari apakah maskapai tersebut lalai. Hal itu sebagaimana disampaikan pengacara penerbangan AS yang mewakili penumpang, Mike Danko.
Menurutnya, jika penumpang mengajukan gugatan, maskapai tidak dapat menggugat ganti rugi hingga sekitar USD175.000. Sementara jika penumpang menginginkan ganti rugi yang lebih besar, Singapore Airlines dapat mencoba membatasi tanggung jawab dengan membuktikan bahwa pihaknya telah mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk menghindari turbulensi.
Namun demikian, kata Danko, maskapai penerbangan jarang bisa memenangkan argumen seperti itu.
Danko mengatakan, maskapai penerbangan juga dapat membatasi tanggung jawab mereka dengan menunjukkan bahwa penumpang menanggung beberapa kesalahan atas cedera tersebut, seperti mengabaikan peringatan untuk mengenakan sabuk pengaman.
Besarnya kerugian sering kali bergantung pada negara tempat kasus tersebut diajukan dan bagaimana sistem hukum menilai jumlah kompensasi.
“Yang pertama dan terpenting adalah yurisdiksi tempat Anda dapat mengajukan klaim dan bagaimana mereka menilai klaim cedera,” kata pengacara New York di Kreindler yang mewakili penumpang Daniel Rose, dikutip dari Reuters, Sabtu (25/5).
Misalnya, juri di AS telah memberikan hadiah lebih dari US$1 juta kepada penumpang atas trauma emosional akibat gejolak yang parah, sementara banyak pengadilan di negara lain memberikan penghargaan yang jauh lebih sedikit untuk tekanan emosional serupa.
Konvensi Montreal menetapkan berbagai aturan untuk menentukan ke mana suatu klaim dapat diajukan, yang bergantung pada tujuan, tempat pembelian tiket, dan tempat tinggal penumpang.
Pengacara penerbangan mengatakan, penumpang asal Inggris dengan tiket pulang-pergi yang berasal dari London dapat mengajukan klaim ke pengadilan Inggris. Sementara yang lain mungkin berencana untuk mengambil penerbangan lanjutan untuk pulang ke Indonesia, di mana mereka harus mengajukan klaim. Akibatnya, nilai klaim mungkin berbeda jauh untuk cedera yang sama.
Seorang pengacara Florida yang mewakili penumpang Curtis Miner mengatakan, kecelakaan pesawat Asiana Airlines di San Francisco pada tahun 2013 lalu yang mengakibatkan penumpang terluka membayarkan kompensasi yang sangat bervariasi, karena banyak yang terbang pulang pergi dari berbagai kota di Asia Timur.
“Penumpangnya berasal dari mana-mana. Jadi orang-orang yang mungkin mengalami cedera serupa, ada yang bisa membawa kasusnya ke San Francisco, tapi ada pula yang tidak mampu,” kata Miner.
Sebanyak 211 penumpang dan 18 awak berada di dalam pesawat Boeing 777-300ER ketika pesawat tersebut mengalami turbulensi ekstrem dan tiba-tiba di Cekungan Irrawaddy di Myanmar pada ketinggian 37.000 kaki.
Puluhan penumpang terluka, beberapa di antaranya menderita cedera otak dan sumsum tulang belakang.
Mengenai masalah kompensasi, dilansir CNA, seorang penumpang yang tidak disebutkan namanya yang berada dalam penerbangan bantuan tersebut mengklaim dalam sebuah laporan mengatakan seorang anggota staf SIA menawarkan kompensasi uang kepada penumpang sebelum pesawat meninggalkan Bangkok menuju Singapura pada hari Rabu (22/5). Dia mengaku telah menerima USD1.000 dalam amplop SIA putih.