Peluang Ekspor RI di Tengah Tantangan Potensi Perang Tarif AS dan China

Market Intelligence & Leads Management Chief Specialist Indonesia Eximbank Rini Satriani. (Foto: Dok LPEI)

RISKS.ID, Jakarta – Di tengah tantangan global seperti tarif baru dan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China, eksportir Indonesia masih memiliki peluang untuk memperluas pasar melalui kerja

sama strategis seperti Trans-Pacific Partnership (TPP), BRICS, dan berbagai perjanjian

Bacaan Lainnya

perdagangan bebas (FTA) dengan negara-negara strategis lainnya.

Market Intelligence & Leads Management Chief Specialist Indonesia Eximbank Rini Satriani menjelaskan bahwa komoditas seperti minyak sawit, perikanan (ikan sarden), gula, dan produk

rumah tangga masih memiliki potensi perdagangan yang besar di negara-negara BRICS dan TPP.

“Potensi perdagangan (unrealized potential) minyak sawit dan turunannya di negara-negara

BRICS dan TPP mencapai USD9,8 juta. Ikan sarden memiliki potensi sebesar USD23 juta,

komoditas gula mencapai USD5,4 juta, dan produk rumah tangga seperti sampo mencapai

USD32,9 juta,” kata Rini dalam siaran pers yang diterima Riska.id, Rabu (30/4/2025).

Menurutnya, agar dapat menghadapi tantangan proteksionisme global yang terus berkembang, Indonesia harus mampu menyikapi realitas baru dalam keseimbangan arus perdagangan internasional.

“Eksportir nasional dituntut untuk mampu menangkap peluang melalui inovasi, sikap proaktif, serta daya saing yang agresif dengan terus mengeksplorasi pasar-pasar ekspor baru,” ujar Rini dalam

kegiatan LPEI Export Forum (LEF) Jakarta 2025 yang diselenggarakan beberapa waktu lalu.

Rini menegaskan bahwa Indonesia Eximbank, sebagai bagian dari instrumen kebijakan

Pemerintah, akan terus mendukung pelaku ekspor nasional tidak hanya melalui penyediaan fasilitas keuangan, tetapi juga melalui layanan non-keuangan seperti penyediaan informasi pasar,

identifikasi prospek buyer, analisis kondisi pasar tujuan, serta pendampingan berbasis keahlian guna meningkatkan kapabilitas dan pengetahuan strategis (knowledge asset) para eksportir Indonesia.

Lebih lanjut, Rini menyampaikan bahwa diversifikasi pasar merupakan langkah strategis yang perlu ditempuh untuk memperluas akses ekspor, salah satunya dengan memanfaatkan kerja sama ekonomi seperti Trans-Pacific Partnership (TPP), BRICS, dan berbagai peluang dari negara-negara mitra dagang strategis lainnya.

“Memang tidak mudah untuk mengalihkan pasar ekspor, namun hal ini dapat dicapai jika eksportir mampu mengidentifikasi buyer yang kredibel serta memiliki akses pasar yang tepat. Selama

kualitas produk terus dijaga, maka loyalitas buyer akan tumbuh dan mendorong terjadinya repeat

order secara berkelanjutan,” katanya.

Kegiatan LPEI Export Forum (LEF) merupakan upaya konkret Indonesia Eximbank yang

dilakukan secara berkala guna memberikan edukasi dan sosialisasi kepada eksportir nasional mengenai perkembangan terbaru ekspor serta layanan dan program Indonesia Eximbank yang

dapat dimanfaatkan.

Rini menjelaskan bahwa dampak perang tarif antara AS dan China terhadap ekspor Indonesia akan bersifat langsung dan tidak langsung. Sekitar 10% ekspor Indonesia ke AS akan terekspos langsung oleh kebijakan tarif resiprokal AS. Sementara itu, dampak

tidak langsung akan dirasakan melalui rivalitas yang tinggi akibat pengalihan ekspor dan rantai pasok dari China ke negara-negara lain, termasuk Indonesia.

Meskipun demikian, Indonesia tetap optimis menatap prospek ekspor jangka menengah dan

panjang. Di tengah tensi perdagangan global yang belum sepenuhnya mereda, kewaspadaan terhadap kebijakan tarif dan proteksionisme tetap diperlukan. Namun, peluang pasar baru melalui skema kerja sama internasional dan perluasan akses ke negara mitra dagang non-tradisional menjadi ruang tumbuh yang perlu dimaksimalkan oleh pelaku ekspor nasional.

Ekspor Indonesia menunjukkan pertumbuhan positif di tengah tantangan global yang dihadapi.

Secara kumulatif, ekspor nasional pada periode Januari hingga Maret 2025 tumbuh sebesar 6,9%. Pertumbuhan ini ditopang oleh komoditas utama seperti CPO (Crude Palm Oil), besi dan baja, serta mesin dan perlengkapan elektrik.

Sekitar 60,5% dari total ekspor Indonesia pada periode Januari hingga Maret 2025 tersebar ke

sejumlah komoditas utama, antara lain lemak dan minyak nabati (12,8%), bahan bakar mineral (12,8%), besi dan baja (10,3%), mesin dan perlengkapan elektrik (6,7%), serta kendaraan dan bagiannya (6,4%).

Eksportir Indonesia saat ini telah berhasil memasarkan produknya ke 192 negara di seluruh dunia,

dengan 65,8% dari total ekspor terkonsentrasi pada 10 negara tujuan utama seperti China, AS, India, Jepang, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, Thailand, Taiwan, dan Belanda.

“China dan Amerika Serikat menjadi mitra dagang terbesar, menyumbang 33,9% dari total ekspor. Mitra dagang seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand juga menunjukkan pertumbuhan positif, dan Indonesia juga mampu menahan penurunan ekspor ke India, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan,” tambah Rini.

Untuk lebih meningkatkan diversifikasi produk dan pasar ekspor, eksportir Indonesia didorong untuk lebih aktif menggali informasi dan memanfaatkan program yang disediakan pemerintah melalui kementerian/lembaga terkait. Salah satunya adalah Penugasan Khusus Ekspor (PKE)

Kawasan yang disediakan oleh Indonesia Eximbank. Program ini bertujuan menyediakan pembiayaan ekspor bagi pelaku usaha yang menargetkan negara di kawasan Afrika, Asia Selatan, dan Timur Tengah.

“Dengan memanfaatkan peluang pasar baru dan kerja sama internasional, maka Indonesia

optimis dapat terus meningkatkan ekspor dan memperkuat posisinya di pasar global,” tutup Rini. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *