
Pada era serba digital ini, sektor perbankan seolah menjadi ujung tombak transformasi teknologi. Layanan perbankan berbasis digital, mulai dari aplikasi mobile hingga transaksi daring, menawarkan kemudahan dan efisiensi yang tak terelakkan. Namun, kasus gangguan sistem yang terjadi pada Bank DKI baru-baru ini memberikan pelajaran berharga: digitalisasi tanpa evaluasi yang memadai berisiko menimbulkan kerugian besar, baik bagi bank maupun nasabah.
Tulisan ini disusun sebagai bagian dari mata kuliah Pengukuran Kinerja, dengan mengangkat isu seputar Bank DKI sebagai topik pembahasan, di mana artikel ini merupakan hasil kolaborasi antara Intan Nuraini, Mayang Putri Dania, Reni Aprilia, Tasya Fazariyah, dan Yunita Putri Wardani.
Sejak 30 Maret 2025, menjelang Hari Raya Idulfitri, banyak pengguna platform X (dulu Twitter) mengeluhkan gangguan pada layanan digital Bank DKI, khususnya aplikasi JakOne Mobile. Mereka mengatakan tidak bisa melakukan transfer ke bank lain atau e-wallet melalui aplikasi JakOne Mobile. Meskipun saldo tabungan mereka sudah terdebet untuk transaksi QRIS, dana tersebut tidak sampai ke merchant yang dituju.
Permasalahan ini terjadi pada aplikasi JakOne Mobile selama lebih dari satu minggu menunjukkan kendala serius dalam pengelolaan sistem teknologi informasi yang berdampak langsung pada layanan nasabah sehingga nasabah tidak dapat melakukan transaksi penting, termasuk pembayaran kebutuhan sehari-hari, transfer dana mendesak, bahkan tertundanya pencairan dana program sosial seperti KJP yang sangat dibutuhkan dan berdampak negatif pada kepercayaan publik terhadap bank tersebut.
Sebagai respons situasi tersebut, Pranomo Anung, selaku pemegang otoritas, melakukan tindakan pemecatan terhadap Direktur IT Bank DKI, Amirul Wicaksono pada 8 April 2025. Keputusan ini diambil setelah melakukan berbagai evaluasi kinerja yang menunjukan bahwa Direktur IT tidak mampu mengelola sistem dengan baik, sehingga menyebabkan gangguan layanan yang berkelanjutan.
Langkah tersebut tidak hanya merupakan bentuk penegasan terhadap pentingnya akuntabilitas dalam kepemimpinan, tetapi sebagai upaya evaluasi agar bisa mempercepat pemulihan sistem layanan di aplikasi JakOne sekaligus menjawab keresahan publik yang sudah berlangsung cukup lama ini.
Selain itu, pemecatan Direktur IT tersebut diharapkan dapat menjadi pesan yang jelas bagi seluruh jajaran manajemen Bank DKI agar lebih fokus dan tanggung jawab dalam menangani masalah yang terjadi dan meningkatkan kesiapan sistem dalam menghadapi lonjakan permintaan layanan, terutama pada saat keadaan krusial seperti libur panjang dan perayaan besar.
Adanya kendala serius dalam pengelolaan sistem teknologi infomasi ini yang menjadi ketidaknyamanan nasabah karena kemungkinan sistem yang dipakai Bank
DKI untuk memantau kinerja sistem digitalnya tidak memberikan data yang langsung (real-time) dan detail. Jadi, ketika terdapat keanehan atau potensi masalah pada sistem, tidak langsung terdeteksi. Evaluasi kinerja yang baik seharusnya bisa memberikan peringatan dini, bukan cuma laporan setelah masalahnya sudah parah dan terindikasi adanya keterlambatan dalam respons manajemen terhadap indikasi awal gangguan sistem.
Buktinya, masalah bisa berlangsung lebih dari seminggu sebelum ada tindakan yang signifikan. Jika dari awal sadar betapa bahayanya gangguan ini bagi kepercayaan nasabah, pasti akan lebih cepat mencari solusinya. Ini seperti meremehkan masalah teknis, padahal dampaknya sangat besar.
Untuk mencegah kejadian serupa terulang lagi, maka Bank DKI perlu memperbaharui dan meningkatkan sistem keamanan secara berkala untuk mencegah potensi serangan siber, jadwal pemeliharaan sistem harus diatur dengan lebih baik menghindari waktu-waktu sibuk seperti malam takbiran atau hari libur besar lainnya, melakukan pengujian sistem secara berkala untuk memastikan semua fitur berfungsi dengan baik dan siap menghadapi lonjakan transaksi, dan memiliki tim respons insiden yang siap mengatasi masalah dengan cepat dan efektif.
Bank DKI harus segera memperbaiki sistem mereka dan menjadikan insiden ini sebagai momen untuk evaluasi dan perbaikan. Kepercayaan nasabah adalah aset yang tak ternilai harganya, dan sekali hilang, sangat sulit untuk dipulihkan. Bank DKI perlu sadar bahwa digitalisasi bukan hanya soal menghadirkan produk baru yang inovatif, tetapi juga tentang menjaga kepercayaan dan kenyamanan nasabah melalui sistem yang dapat diandalkan.
Selain itu, pihak Bank DKI berkomitmen untuk terus meningkatkan mutu layanan dan memperkuat komunikasi yang baik dengan para nasabah, guna memastikan masalah tersebut tidak terjadi lagi dan menjaga citra baik Bank DKI di mata publik. Untuk memperbaiki citra dan meningkatkan mutu layanan, Bank DKI perlu memperkuat kapabilitas tim.
Hal ini mencakup pengembangan serta pemeliharaan sistem agar lebih tangguh, sehingga mampu mengelola lonjakan permintaan layanan dimasa yang akan datang. Mengingat peran teknologi informasi yang sangat vital dalam operasional bank. Peningkatan kualitas sumber daya manusia di departemen IT akan berpengaruh positif dalam meningkatkan kecepatan respon dan efisiensi, yang pada akhirnya dapat memperkuat kepercayaan nasabah terhadap layanan yang disediakan dalam aplikasi JakOne.
Penulis:
Artikel Digitalisasi Tanpa Evaluasi: Risiko Nyata di Era Modern pertama kali tampil pada tangselxpress.com.
tangselxpress.com





