MA Sebut Rehabilitasi Tiga Terpidana Korupsi ASDP Merupakan Hak Istimewa Presiden

vonis

RISKS.ID – Mahkamah Agung (MA) menegaskan bahwa pemberian rehabilitasi kepada tiga terdakwa kasus korupsi kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) merupakan hak prerogatif Presiden sebagaimana diatur dalam konstitusi.

Juru Bicara MA Yanto menyampaikan, aturan itu tertuang dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebut Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan mempertimbangkan MA.

Bacaan Lainnya

“Rehabilitasi itu hak istimewa yang diberikan kepada Presiden oleh Undang-Undang Dasar,” ujar dia dalam konferensi pers di Media Center MA, Jakarta, Rabu (26/11).

Menurut Yanto, pemberian rehabilitasi tersebut dipertimbangkan untuk kepentingan yang lebih luas. “Tentunya dengan pertimbangan yang lebih besar, barangkali untuk kepentingan nasional. Itu hak istimewa yang diberikan kepada Presiden oleh konstitusi kita,” tegasnya.

Meski begitu, ketika ditanya mengenai isi pertimbangan MA dalam kasus ASDP tersebut, Yanto mengaku belum membaca secara detail. Dia menilai penyusunan pertimbangan dilakukan oleh hakim agung yang ditunjuk khusus dalam penanganan perkara.

“Saya belum baca juga pertimbangannya, biasanya ditunjuk hakim agung A atau B. Kebetulan saya tidak ditunjuk, jadi kalau ditanya isinya seperti apa, ya harus ditanya yang membuat,” ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi bagi tiga terpidana kasus korupsi ASDP. Pengumuman tersebut disampaikan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad bersama Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya di Kantor Presiden, Selasa (25/11).

“Dari hasil komunikasi dengan pihak pemerintah, Presiden Republik Indonesia Bapak Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap tiga nama tersebut,” kata Dasco.

Dia menyebut Presiden telah mengikuti perkembangan komunikasi antara DPR dan pemerintah sejak kasus ini mencuat pada Juli 2024. DPR bahkan menerima berbagai pengaduan dan aspirasi terkait perkara tersebut.

Ketiga terpidana yang mendapat rehabilitasi adalah Ira Puspadewi yang dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp500 juta subsider 3 bulan. Dua lainnya, Yusuf Hadi dan Harry Muhammad, masing-masing divonis 4 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 3 bulan.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat sebelumnya menyatakan ketiganya terbukti melakukan korupsi bersama-sama sehingga merugikan negara sebesar Rp1,25 triliun. Mereka dinyatakan melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam putusan itu, satu hakim, yakni ketua majelis Sunoto, menyatakan dissenting opinion. Menurut dia, kasus ini bukan tindak pidana korupsi, melainkan persoalan keputusan bisnis.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *