RISKS.ID – Maskapai Penerbangan Garuda Indonesia akan melayani lebih dari 102 ribu calon haji reguler dari 275 kelompok terbang (kloter) pada penyelenggaraan ibadah haji 1447 Hijriah/2026 Masehi. Para jamaah akan diberangkatkan melalui 10 bandara embarkasi di Indonesia.
Direktur Utama Garuda Indonesia Glenny Kairupan mengatakan, komitmen tersebut ditandai dengan penandatanganan kerja sama antara Garuda Indonesia dan Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) Republik Indonesia.
“Dengan niat yang baik, ikhtiar yang sungguh-sungguh, serta semangat kolaborasi, semoga penandatanganan hari ini menjadi langkah awal yang konstruktif dan penuh keberkahan dalam menyukseskan layanan ibadah haji tahun 2026 mendatang,” ujar Glenny saat penandatanganan kerja sama di Jakarta, Rabu (17/12).
Glenny menjelaskan, Garuda Indonesia menyiapkan dukungan sebanyak 15 armada pesawat berbadan lebar (wide-body) untuk melayani penerbangan haji tahun depan. Menurut dia, kerja sama tersebut menjadi wujud kepercayaan pemerintah kepada Garuda Indonesia sebagai national flag carrier dalam menjalankan mandat strategis negara.
Selain itu, penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) Penyelenggaraan Transportasi Udara Haji periode 2026–2028 menegaskan bahwa layanan penerbangan haji merupakan mandat strategis negara yang harus dijalankan secara konsisten, terukur, dan penuh tanggung jawab.
“Kerja sama ini bukan sekadar kontrak operasional, melainkan instrumen kebijakan strategis negara untuk menjamin keberlanjutan layanan haji yang aman, akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan umat,” kata Glenny.
Sebelumnya, Kementerian Haji dan Umrah Republik Indonesia telah menandatangani PKS penyelenggaraan transportasi udara jamaah haji reguler dan petugas kloter untuk periode 1447H/2026M hingga 1449H/2028M dengan PT Garuda Indonesia.
Menteri Haji dan Umrah Mochammad Irfan Yusuf menegaskan seluruh ketentuan yang telah disepakati dalam PKS harus dipatuhi dan dilaksanakan dengan komitmen tinggi serta konsisten.
Dia menekankan pentingnya kepastian dan kesesuaian slot time dengan rencana perjalanan haji, ketepatan jadwal penerbangan, kesiapan armada yang cukup dan laik terbang, serta ketersediaan pesawat cadangan (stand by back up).
Selain itu, menurut Irfan, mitigasi yang cepat dan tepat juga harus dilakukan apabila terjadi gangguan atau ketidakteraturan penerbangan (irregularity flight).
“Sekecil apa pun kekurangan dalam operasional penerbangan haji akan berdampak luas karena seluruh mata masyarakat tertuju pada penyelenggaraan ibadah haji. Hal ini akan sangat mempengaruhi kredibilitas pemerintah sebagai penyelenggara ibadah haji,” kata dia.





