Apindo Minta Gubernur Bijak Tetapkan Upah Minimum 2026, Jangan Dipolitisasi

shinta w kamdani
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani. Foto: Wikipedia

RISKS.ID – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani menyatakan dunia usaha menghormati penetapan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengupahan yang akan menjadi dasar penetapan upah minimum tahun 2026.

Meski demikian, Apindo mengingatkan agar kebijakan tersebut dijalankan secara bijak dan tidak ditarik ke ranah politisasi.

Bacaan Lainnya

“Dunia usaha berharap para gubernur dapat menjalankan kewenangannya secara bijak dan bertanggung jawab, serta menjauhkan penetapan upah minimum dari dinamika politisasi,” ujar Shinta dalam keterangan tertulisnya, Kamis (18/12).

Shinta menegaskan, penentuan besaran upah minimum di daerah tidak bisa dilakukan secara parsial. Menurut dia, kebijakan tersebut perlu mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah secara menyeluruh, termasuk daya saing dan struktur industri yang ada di masing-masing wilayah.

Selain itu, dia juga menekankan pentingnya memperhitungkan tingkat penyerapan tenaga kerja, angka pengangguran, serta keberlangsungan usaha.

“Dengan demikian, kebijakan pengupahan benar-benar mendukung penciptaan dan keberlanjutan lapangan kerja formal di Indonesia,” kata dia.

Shinta mengungkapkan, sejumlah sektor industri saat ini masih berada dalam tekanan. Bahkan, beberapa di antaranya mencatatkan pertumbuhan di bawah rata-rata ekonomi nasional, atau justru mengalami kontraksi. Kondisi tersebut terlihat dari data kinerja sektor industri pada kuartal III-2025.

Sektor tekstil dan pakaian jadi, misalnya, hanya tumbuh 0,93 persen secara tahunan (year on year/yoy). Sektor alas kaki tercatat terkontraksi sebesar -0,25 persen (yoy), sementara pengolahan tembakau turun -0,93 persen (yoy).

Tekanan lebih dalam dialami industri furnitur yang terkontraksi hingga -4,34 persen (yoy), serta sektor karet dan plastik yang turun -3,2 persen (yoy).

Tak hanya itu, sektor otomotif juga belum menunjukkan pemulihan. Berdasarkan data per Oktober 2025, industri otomotif mengalami kontraksi sebesar -10 persen (yoy). Menurut Shinta, kondisi tersebut mencerminkan terbatasnya ruang penyesuaian bagi dunia usaha, khususnya di sektor-sektor padat karya yang masih menghadapi tekanan biaya dan pelemahan permintaan.

“Dunia usaha memahami bahwa kebijakan pengupahan memiliki tujuan fundamental untuk melindungi pekerja dan menjaga daya beli masyarakat. Namun demikian, kebijakan tersebut perlu dijalankan secara hati-hati dan proporsional, agar tetap selaras dengan kemampuan dunia usaha serta beragamnya kondisi ketenagakerjaan di setiap daerah,” ujar dia.

Lebih lanjut, Shinta juga menyoroti penggunaan nilai Alfa (α) dalam formula penetapan upah minimum. Menurut dia, dunia usaha mendorong agar penggunaan Alfa dilakukan secara hati-hati dan proporsional, dengan mempertimbangkan rasio upah minimum terhadap kebutuhan hidup layak (KHL) di masing-masing daerah.

Dia menjelaskan, apabila rasio upah minimum di suatu daerah sudah berada di atas KHL, maka rentang Alfa yang digunakan sebaiknya berada pada kisaran 0,1 hingga 0,3. Sebaliknya, jika rasio upah minimum masih berada di bawah KHL, maka rentang Alfa dapat lebih tinggi, yakni antara 0,3 hingga 0,5.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani Peraturan Pemerintah tentang kenaikan upah minimum dengan formula baru, yakni inflasi ditambah hasil perkalian pertumbuhan ekonomi dengan Alfa. Dalam aturan terbaru tersebut, rentang Alfa ditetapkan sebesar 0,5 hingga 0,9 poin.

Ketentuan ini sekaligus mengubah aturan sebelumnya, yakni PP Nomor 51 Tahun 2023. Dalam PP 51/2023 Pasal 26 ayat (6), rentang Alfa ditetapkan lebih rendah, yaitu 0,1 hingga 0,3 poin. Dengan terbitnya PP terbaru, rentang Alfa mengalami peningkatan signifikan.

Menteri Ketenagakerjaan Yassierli sebelumnya juga telah meminta para gubernur untuk menetapkan besaran kenaikan upah minimum paling lambat pada 24 Desember 2025. Dalam PP terbaru tersebut, diatur kewajiban gubernur untuk menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan memberikan ruang bagi penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).

Selain itu, gubernur juga diwajibkan menetapkan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) serta dapat menetapkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK). Pemerintah berharap kebijakan ini mampu menjaga keseimbangan antara perlindungan pekerja dan keberlanjutan dunia usaha di tengah dinamika ekonomi yang masih menantang.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *