Duduk di Samping Presiden, Ayu dan Fauzi Menjemput Rumah Impian

ayu dan fauzi
Ayu dan Fauzi duduk di samping Presiden Prabowo Subianto. Foto: Youtube Sekpres

RISKS.ID – Di antara ribuan kursi yang tersusun rapi di Serang, Banten, Sabtu itu, ada satu pemandangan yang berbeda. Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto tidak duduk diapit pejabat tinggi negara atau tokoh elite.

Dia memilih duduk bersebelahan dengan Ayu, seorang asisten rumah tangga, dan Fauzi Nurdian, pedagang seblak keliling.

Bacaan Lainnya

Tak ada jas mahal atau dasi di antara mereka. Yang ada adalah cerita hidup yang selama bertahun-tahun dipenuhi perjuangan, tentang upah harian, tentang sewa rumah yang terus naik, dan tentang mimpi sederhana memiliki tempat pulang yang tetap.

Momen itu terjadi dalam acara Akad Massal 50.030 Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sekaligus serah terima kunci rumah subsidi. Namun bagi Ayu dan Fauzi, hari itu bukan sekadar seremoni negara. Hari itu adalah titik balik hidup.

Ayu, ibu rumah tangga yang bekerja sebagai ART, selama bertahun-tahun berpindah dari satu kontrakan ke kontrakan lain. Dengan penghasilan terbatas, memiliki rumah atas nama sendiri nyaris terdengar seperti mimpi yang terlalu tinggi.

Fauzi pun demikian. Berjualan seblak dari satu sudut ke sudut lain, pendapatannya tak menentu. Namun, di hari itu, keduanya duduk sejajar dengan kepala negara, bukan karena status, melainkan karena harapan.

Kehadiran Ayu dan Fauzi di sisi Presiden menjadi simbol yang tak perlu banyak kata. Negara hadir, tidak hanya lewat pidato, tetapi lewat kebijakan yang menyentuh mereka yang paling sering berada di pinggir.

“Jadi, sekarang, hari ini saya merasa gembira. Walaupun saya sadar perjalanan masih jauh, cita-cita kita masih jauh. Masih ada 29 juta rakyat kita yang belum punya rumah,” ujar Prabowo dalam sambutannya.

Nada suaranya tenang, namun sarat keprihatinan. Dia menyadari, satu hari bahagia bagi puluhan ribu keluarga tak serta-merta menghapus persoalan perumahan nasional. Namun, baginya, langkah kecil tetap harus diambil.

“Pak Ara kerja keras, semua menteri kita kompak. Kita cari jalannya. Kalau ada kehendak, pasti ada jalan,” lanjut dia.

Program KPR FLPP memang dirancang untuk mereka yang selama ini nyaris tak tersentuh perbankan konvensional, pekerja sektor informal, buruh, pedagang kecil, hingga ibu rumah tangga.

Dengan skema pembiayaan bersubsidi, mimpi memiliki rumah tak lagi terkunci oleh bunga tinggi dan uang muka yang mencekik.

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait menyebut, para penerima manfaat datang dari latar belakang yang sangat beragam. Banyak dari mereka memikul beban hidup yang tak ringan.

“Mereka menolak menyerah dengan situasi yang sulit. Kadang-kadang izin, Pak, ada yang single parent. Ada yang suaminya tidak ada pekerjaan. Ada yang suaminya sakit, tapi mereka bekerja keras,” ujar Maruarar.

Dia menyinggung Ayu, sang ART, yang kini bisa berdiri tegak sebagai pemilik rumah. Sebuah capaian yang bukan hanya soal bangunan berdinding bata, tetapi juga soal martabat dan rasa aman.

Bagi Ayu, rumah itu bukan sekadar tempat berteduh. Itu adalah jaminan bahwa esok anaknya tak perlu lagi berpindah-pindah. Bagi Fauzi, rumah itu adalah titik henti setelah seharian mendorong gerobak, tempat di mana lelah bisa benar-benar dilepas.

Program perumahan bersubsidi ini akan terus diperluas. Pemerintah menargetkan pengurangan backlog perumahan nasional yang masih menganga, sembari membuka akses kepemilikan rumah bagi mereka yang selama ini hanya bisa berharap.

Di Serang, Sabtu itu, harapan itu tidak lagi abstrak. Harapan itu duduk di kursi yang sama dengan Presiden. Dan untuk Ayu serta Fauzi, harapan itu kini punya alamat tetap.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *