Reformasi Strategi Organisasi Publik: Menilai Kinerja Pelayanan Publik yang Masih Lemah di Era Digital

ERA digital telah membawa perubahan fundamental dalam tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik. Digitalisasi layanan, penerapan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), serta meningkatnya partisipasi masyarakat menjadi ciri utama dari transformasi pelayanan publik.

Namun, di tengah berbagai inovasi dan kemajuan, kinerja pelayanan publik di Indonesia masih menghadapi sejumlah persoalan mendasar yang membuat reformasi strategi organisasi publik menjadi sangat relevan untuk dibahas dan didorong lebih lanjut. Meskipun berbagai inisiatif digital telah diperkenalkan, implementasinya seringkali terhambat oleh faktor internal seperti budaya organisasi yang kaku, keterbatasan sumber daya manusia (SDM), dan infrastruktur yang belum memadai.

Melalui hal tersebut kami sebagai mahasiswi Universitas Pamulang Fakultas Ekonomi dan Bisnis Prodi Sarjana Akuntansi, tergerak untuk membuat FGD (Forum Grup Discussion) dan membahas mengenai kinerja layanan publik yang masih menghadapi tantangan dalam reformasi pada era digital. FGD ini dilakukan oleh Adzra Salma Safitri, Azahra Fridasari Wijaya, Leony Ealen Runa, Nabilah Hanin Pramestia, dan Rahma Aura Selyta. Tujuan dilakukannya diskusi ini adalah penting bagi kami sebagai mahasiswa untuk tidak hanya berpatok pada teori saja tetapi mengaitkan langsung dengan realita yang ada dalam masyarakat. FGD dilakukan guna memenuhi tugas pada salah satu Mata Kuliah yang kami ampuh yaitu Pengukuran Kinerja. 

Dikutip dari artikel yang ditulis oleh Dahyar Daraba, dkk. (2023), transformasi digital memang menawarkan banyak manfaat mulai dari peningkatan akses, efisiensi, efektivitas, transparansi, hingga akuntabilitas layanan publik. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa digitalisasi belum sepenuhnya mampu mengatasi kelemahan mendasar pelayanan publik. Melalui beberapa artikel jurnal yang kami baca dan diskusikan, kami menyoroti beberapa tantangan utama seperti, kesenjangan infrastruktur dan akses digital dimana permasalahan mendasarnya adalah ketimpangan infrastruktur digital antara wilayah perkotaan dan pedesaan.

Banyak daerah terpencil di Indonesia masih kekurangan akses internet yang memadai, sehingga digitalisasi layanan publik belum bisa dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. Hal ini menyebabkan pelayanan publik berbasis digital hanya efektif di kota besar, sementara masyarakat di daerah tertinggal tetap harus berhadapan dengan birokrasi manual yang lambat dan berbelit-belit.

Berdasarkan pada pembahasan di atas, kami mengambil beberapa contoh kasus nyata dari pelayanan publik yang di nilai masih kurang optimal. Kasus nyata yang pertama dikutip melalui penelitian yang dilakukan oleh Siti Marfu’ah, dkk. (2024) yaitu implementasi aplikasi Identitas Kependudukan Digital (IKD) di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur yang masih belum bisa berjalan optimal. Pemerintah setempat telah meluncurkan aplikasi IKD untuk memudahkan masyarakat mengakses dokumen kependudukan secara digital, seperti KTP dan KK, melalui smartphone.

Namun, dari hasil penelitian menunjukkan masih banyak hambatan dalam pelaksanaannya seperti ketidaksiapan masyarakat, kurangnya literasi digital, akses infrastruktur yang terbatas, dan kurangnya sosialisasi serta partisipasi. Dan contoh kasus lainnya adalah Aplikasi Samsat Digital Nasional (SIGNAL), aplikasi ini diluncurkan untuk memudahkan pengesahan STNK dan pembayaran pajak kendaraan secara online.

Banyak pengguna mengalami kesulitan dalam proses registrasi, verifikasi e-KTP, dan pengesahan STNK. Masalah teknis seperti aplikasi yang sering error dan hilangnya aplikasi dari Play Store juga dilaporkan. Selain itu, kurangnya pemahaman masyarakat tentang prosedur penggunaan aplikasi ini menjadi hambatan tersendiri. Melalui contoh kasus-kasus tersebut, bisa dilihat bahwa manfaat digitalisasi belum sepenuhnya dirasakan secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat.

Dikutip dari beberapa media nasional seperti Kompas dan CNN serta melalui artikel jurnal yang kami baca, tantangan lainnya seperti rendahnya literasi digital dan kesiapan SDM, dimana tidak semua masyarakat terutama kelompok usia lanjut dan masyarakat berpendidikan rendah, mampu mengakses dan memanfaatkan layanan digital secara optimal.

Demikian pula, masih banyak aparatur sipil negara yang belum memiliki kompetensi digital yang memadai untuk mengelola dan mengembangkan sistem pelayanan publik berbasis teknologi. Selanjutnya keamanan data dan privasi juga menjadi tantangan dalam digitalisasi pelayanan publik dimana maraknya kasus kebocoran data, seperti bocornya data personal jutaan warga dari instansi pemerintah, menimbulkan kekhawatiran besar terhadap keamanan data publik. Sistem digital yang belum matang dan lemahnya pengawasan memperbesar risiko penyalahgunaan data serta menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan digital pemerintah.

Meninjau dari hasil diskusi, kami menilai bahwa kelemahan utama pelayanan publik digital di Indonesia terletak pada aspek strategis dan implementasi yang belum terintegrasi. Banyak program digitalisasi dilakukan secara parsial, tanpa perencanaan berkelanjutan dan koordinasi lintas lembaga yang kuat. Dikutip dari penelitian yang dilakukan oleh Irfan. B, dkk. (2023), reformasi strategi organisasi publik harus menekankan beberapa hal yakni:

  • Penguatan infrastruktur dan akses digital. 

Pemerintah perlu memastikan pemerataan akses internet berkecepatan tinggi hingga ke pelosok desa. Hal ini harus menjadi prioritas utama agar digitalisasi pelayanan publik benar-benar inklusif dan tidak memperlebar kesenjangan sosial. 

  • Peningkatan kompetensi digital SDM. 

Pelatihan dan workshop mengenai teknologi digital harus terus digalakkan, baik untuk aparatur pemerintah maupun masyarakat umum. Literasi digital menjadi kunci agar layanan publik digital dapat dimanfaatkan secara optimal oleh semua lapisan masyarakat.

  • Integrasi dan standarisasi layanan digital. 

Pemerintah harus membangun sistem pelayanan publik yang terintegrasi, sehingga masyarakat cukup menggunakan satu portal atau aplikasi untuk mengakses berbagai layanan. Standarisasi aplikasi dan data juga penting untuk mencegah duplikasi dan memudahkan proses pelayanan. 

  • Penguatan keamanan data dan perlindungan privasi. 

Sistem keamanan data harus diperkuat dengan regulasi dan pengawasan yang ketat. Pemerintah perlu memastikan bahwa data pribadi masyarakat terlindungi dan tidak mudah disalahgunakan.

  • Peningkatan fitur interaktif dan partisipasi publik. 

Layanan digital harus menyediakan fitur komunikasi dua arah, ruang pengaduan, dan mekanisme penyelesaian sengketa yang mudah diakses. Partisipasi masyarakat dalam perancangan dan evaluasi layanan digital harus diperluas agar layanan benar-benar sesuai kebutuhan pengguna. 

Berdasarkan FGD yang diakukan, kami menegaskan bahwa meskipun era digital membawa berbagai peluang untuk meningkatkan pelayanan publik, tantangan mendasar seperti ketimpangan infrastruktur, rendahnya literasi digital, lemahnya kompetensi SDM, serta isu keamanan data masih menjadi hambatan utama.

Oleh karena itu, reformasi strategi organisasi publik bukan hanya sebuah kebutuhan, tetapi menjadi keharusan agar digitalisasi pelayanan publik dapat benar-benar dirasakan secara inklusif dan berkelanjutan oleh seluruh lapisan masyarakat. Melalui penguatan infrastruktur, peningkatan kapasitas SDM, integrasi layanan, perlindungan data, dan pelibatan publik yang lebih luas, diharapkan pelayanan publik di Indonesia dapat menjadi lebih efektif, transparan, dan adaptif terhadap perkembangan zaman.

Penulis:

  1. Nabilah Hanin Pramestia
  2. Azahra Fridasari Wijaya
  3. Rahma Aura Selyta
  4. Adzra Salma Safitri
  5. Leony Ealen Runa

Mahasiswa Program Studi Sarjana Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Pamulang. 

Artikel Reformasi Strategi Organisasi Publik: Menilai Kinerja Pelayanan Publik yang Masih Lemah di Era Digital pertama kali tampil pada tangselxpress.com.

 tangselxpress.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *