RISKS.ID – Pelaku usaha angkutan darat yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) kembali mengeluhkan sulitnya akses bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi menjelang akhir tahun.
Kondisi tersebut berdampak langsung terhadap biaya operasional pengusaha angkutan barang.
Ketua DPP Aptrindo Gemilang Tarigan mengungkapkan persoalan ini selalu berulang setiap tahun.
“Gejala akhir tahun, kalau kuota menipis selalu muncul permasalahan,” ujarnya saat membuka Rapat Kerja Aptrindo Jateng-DIY dan Aptrindo Pelabuhan Tanjung Emas di Semarang, Kamis (20/11).
Menurut Gemilang, situasi makin rumit akibat banyaknya pemblokiran barcode dalam aplikasi MyPertamina. Akibatnya, sopir truk kerap terpaksa membeli BBM nonsubsidi.
“Kalau barcode diblokir, sopir terpaksa beli BBM nonsubsidi. Biaya operasional otomatis naik,” tegasnya.
Selain BBM, Gemilang menuturkan pengusaha truk juga dibebani aturan pembatasan usia kendaraan dan kewajiban pajak yang terus naik. “Pajak naik itu jelas memberatkan,” tambahnya.
Keluhan serupa disampaikan Ketua Aptrindo Jateng-DIY Bambang Widjanarko. Menurutnya, pengusaha truk tidak pernah benar-benar menikmati subsidi BBM.
“Subsidi BBM itu dinikmati pemilik barang, karena tarif angkutan dihitung berdasarkan harga BBM,” jelasnya. Ia menambahkan, jika sopir kesulitan mendapatkan BBM subsidi, mereka tetap harus jalan meski harus membeli BBM nonsubsidi yang harganya bisa dua kali lipat.
“BBM bersubsidi tidak ada, tetapi harus tetap jalan,” tegasnya.
Untuk itu, Aptrindo meminta pemerintah mengkaji ulang aturan terkait distribusi dan penggunaan BBM subsidi bagi kendaraan angkutan barang.
Menanggapi keluhan tersebut, Kepala Bidang Pajak Kendaraan Bermotor Bapenda Jateng, Danang Wicaksono menyatakan pemberlakuan opsen pajak kendaraan tahun ini justru bertujuan mendukung investasi.
Ia menyebut Pemprov Jawa Tengah tidak ingin memberikan “angin surga” melalui kebijakan pajak baru, namun tetap menyediakan diskon setara dengan nilai kenaikan pajak yang diberlakukan.
“Tahun ini diberi diskon, tetapi tahun depan dicabut. Jawa Tengah menerapkan ketentuan yang berbeda demi kepastian berusaha,” ujarnya.





