Bendera Putih Berkibar di Aceh, Warga Menyerah Hadapi Banjir Bandang

bendera putih
Warga memasang bendera putih di jalanan Aceh sebagai tanda darurat. Foto: Instagram/medantalkviral

RISKS.ID – Gelombang bendera putih dilaporkan berkibar di berbagai wilayah Aceh. Dari kampung-kampung, halaman rumah warga, jalan nasional, pos-pos darurat, hingga titik-titik pengungsian, bendera putih dikibarkan sebagai sinyal darurat bahwa masyarakat Serambi Mekkah sudah tidak sanggup lagi menghadapi bencana banjir bandang yang kian memburuk.

Fenomena ini tidak hanya terjadi di permukiman warga. Sejumlah kantor pemerintahan daerah juga ikut mengibarkan bendera putih sebagai bentuk protes terhadap lambannya penanganan bencana di Aceh.

Bacaan Lainnya

Warga menilai kondisi saat ini sudah di luar kendali. Banjir dan longsor merusak ribuan rumah, melumpuhkan perekonomian, serta menelan banyak korban jiwa. Mereka yang selamat kini dihadapkan pada kelaparan, minimnya logistik, dan ketidakpastian kapan bantuan memadai akan tiba.

Di Aceh Timur, gelombang bendera putih tampak mengisi ruas-ruas jalan hingga ke Kabupaten Aceh Tamiang. Hal itu menjadi penanda wilayah-wilayah yang sudah tidak mampu bertahan hanya dengan mengandalkan sumber daya lokal.

“Banyak warga dan relawan memasang bendera putih karena tidak tahan dengan situasinya yang sudah sangat parah,” kata Abdurahman, warga Banda Aceh yang tengah menjalankan misi kemanusiaan di Bireuen, kepada wartawam, Senin (15/12).

Hal senada disampaikan Jamilah, warga Alue Nibong, Peureulak, Kabupaten Aceh Timur. “Masyarakat menyerah dan butuh bantuan. Kami tidak sanggup lagi,” ujar dia, Minggu (14/12).

Jamilah menjelaskan, banjir telah melanda wilayahnya selama hampir tiga pekan. Namun bantuan yang datang masih sangat minim. Warga akhirnya membuka dapur umum secara mandiri, saling berbagi seadanya, sambil menghadapi kenyataan pahit bahwa persediaan bahan makanan semakin menipis. Banyak warga mulai kelaparan.

Desak Status Bencana Nasional

Kondisi tersebut mendorong tuntutan agar Presiden Prabowo Subianto segera menetapkan bencana di Sumatera, khususnya Aceh, sebagai bencana nasional. Penetapan itu dinilai penting agar penanganan darurat dilakukan secara terpadu dan skala bantuan dapat meningkat signifikan.

Juru Bicara Gerakan Rakyat Aceh Bersatu, Masri, menyatakan gelombang aksi akan digelar di berbagai daerah, mulai Langsa, Aceh Tamiang, Aceh Timur, Lhokseumawe, hingga kabupaten lainnya. Aksi itu menjadi bentuk tekanan kepada pemerintah pusat agar segera turun tangan.

“Masyarakat menuntut tambahan logistik, tenaga medis, alat berat, serta dukungan vital lain yang tidak mampu dipenuhi pemerintah daerah,” ujar Masri.

Selain itu, warga meminta pendataan kerusakan dilakukan secepat mungkin sebagai dasar relokasi, rekonstruksi, dan rehabilitasi wilayah terdampak. Jaminan pemulihan ekonomi juga menjadi tuntutan utama, terutama bagi warga yang kehilangan rumah, lahan, dan sumber penghidupan.

“Bendera dikibarkan sebagai tanda darurat dan permintaan agar dunia internasional membantu Aceh,” kata Masri.

Distribusi Bantuan Tersendat

Di sisi lain, persoalan penyaluran bantuan dinilai semakin memperparah keadaan. Direktur Penegakan Hukum Auriga, Roni Saputra, menyebut banyak kelompok masyarakat dan relawan ingin mengirim bantuan ke Sumatra, namun terhambat transportasi udara.

Menurut dia, pesawat nasional lebih memprioritaskan bantuan pemerintah, sehingga kiriman bantuan dari masyarakat gagal diterbangkan dari Jakarta ke Aceh. Kondisi ini dinilai sebagai bentuk kelalaian negara dalam menjamin penanggulangan bencana yang adil dan efektif.

Atas dasar itu, somasi pun dilayangkan kepada Presiden Prabowo agar memerintahkan maskapai nasional menyediakan armada yang cukup untuk penanganan darurat.

Sebelumnya, Juru Bicara Posko Tanggap Darurat Bencana Aceh, Murthalamuddin, mengungkapkan banyak tawaran bantuan internasional telah datang, termasuk helikopter dan tim pencarian serta penyelamatan. Namun, bantuan tersebut belum dapat masuk karena terbentur aturan yang belum disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan.

Situasi ini membuat warga Aceh kian terjepit, sementara harapan besar kini tertuju pada langkah cepat dan tegas pemerintah pusat.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *