Purbaya Tolak Insentif Pajak Aksi Korporasi BUMN, Kemenkeu Tegaskan Tetap Berbasis Komersial

Purbaya
Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa. Foto: Wikipedia

RISKS.ID – Pemerintah menegaskan tidak akan memberikan insentif pajak khusus untuk aksi korporasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sikap tegas tersebut disampaikan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Desember 2025 di Jakarta, Kamis (18/12).

“Soal insentif pajak aksi korporasi, mungkin nggak akan kami kasih,” ujar Purbaya di hadapan awak media.

Bacaan Lainnya

Purbaya menjelaskan, keputusan tersebut diambil setelah Kementerian Keuangan melakukan diskusi dengan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. Dari hasil pembahasan itu, Kemenkeu menilai permintaan insentif pajak untuk aksi korporasi BUMN sarat dengan unsur komersialisasi.

Menurut dia, aksi korporasi seperti merger, konsolidasi, maupun restrukturisasi pada dasarnya merupakan keputusan bisnis. Karena itu, perlakuan perpajakan yang dikenakan harus tetap mengacu pada prinsip komersial yang berlaku umum.

“Berdasarkan diskusi kami sebelumnya dengan Danantara, kami melihat ini lebih ke arah komersial. Jadi kami akan cek sesuai dengan kondisi komersial saja,” katanya.

Purbaya menegaskan, pemerintah tidak ingin kebijakan perpajakan justru dimanfaatkan untuk meringankan beban bisnis yang seharusnya ditanggung korporasi. Kemenkeu akan tetap melakukan asesmen secara objektif tanpa memberikan perlakuan khusus dalam bentuk insentif pajak.

Skema Pajak Aksi Korporasi

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu memberikan penjelasan lebih lanjut terkait mekanisme perpajakan dalam aksi korporasi BUMN.

Febrio menjelaskan, aksi korporasi pada dasarnya memang dibutuhkan untuk memberikan kemudahan bagi perusahaan, khususnya saat melakukan merger atau konsolidasi. Melalui konsolidasi, diharapkan tercipta efisiensi dan nilai tambah yang lebih besar bagi perusahaan maupun perekonomian.

Namun, dalam praktiknya, BUMN kerap berhadapan dengan persoalan perbedaan antara nilai buku dan nilai pasar aset saat konsolidasi dilakukan. Kondisi tersebut biasanya memunculkan capital gain yang secara ketentuan perpajakan tetap dikenakan pajak.

“Yang sering terjadi adalah isu nilai buku versus nilai pasar. Dalam kondisi itu muncul capital gain, dan pajak dari capital gain ini sering dianggap sebagai hambatan,” paparnya.

Febrio menegaskan, penggunaan nilai buku dalam aksi korporasi sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Karena itu, kebijakan tersebut bukanlah bentuk insentif pajak, melainkan mekanisme untuk memastikan kewajiban pajak tetap dibayarkan sesuai ketentuan.

Pembayaran Pajak Bisa Bertahap

Meski demikian, Kementerian Keuangan memberikan pengaturan tertentu agar pajak atas capital gain tidak memberatkan perusahaan secara langsung. Salah satunya dengan mengatur agar pembayaran pajak tidak harus dilakukan sekaligus dalam satu tahun atau pada hari yang sama.

“Pajaknya tetap ada, tapi pembayarannya bisa dilakukan secara bertahap atau di-spread sesuai dengan depresiasi aset ke depan,” jelas Febrio.

Skema ini dinilai memberi ruang likuiditas bagi perusahaan tanpa menghilangkan kewajiban perpajakan. Dengan demikian, konsolidasi tetap dapat berjalan, sementara penerimaan negara juga tetap terjaga.

Terkait permintaan yang disampaikan BUMN dan BPI Danantara, Febrio menegaskan tidak ada perlakuan perpajakan yang berbeda antara BUMN dan korporasi lain. Menurut dia, BUMN—termasuk Danantara—saat ini beroperasi secara komersial dan dituntut untuk menciptakan nilai tambah yang optimal.

“Tidak ada perlakuan pajak yang berbeda. BUMN, khususnya Danantara, itu sifatnya komersial dan diharapkan menghasilkan nilai tambah yang lebih besar,” tegasnya.

Meski menolak insentif pajak khusus, Febrio menegaskan pemerintah tetap mendukung aksi konsolidasi BUMN sepanjang bertujuan memperkuat kinerja dan menciptakan nilai tambah.

“Kalau ada kebutuhan untuk konsolidasi, nanti kami akan dukung secepatnya supaya mereka bisa menghasilkan nilai tambah yang lebih besar dan lebih cepat,” ujarnya.

Usulan Insentif dari Danantara

Sebagai informasi, usulan pemberian insentif pajak sebelumnya disampaikan CEO Danantara Indonesia Rosan Roeslani dalam rapat di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (3/12). Usulan tersebut diajukan untuk mendukung pengembangan dan penguatan peran BPI Danantara ke depan.

Namun, dengan sikap terbaru Kementerian Keuangan, pemerintah menegaskan arah kebijakan fiskal tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian, keadilan, dan kesetaraan perlakuan perpajakan bagi seluruh pelaku usaha, termasuk BUMN.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *