JAKARTA – Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI) Prof Dr Tjandra Yoga Aditama menyebut Hand Foot Mouth Disease (HFMD) bukan penyakit berat, namun cukup menular.
“Penyakit ini nama sebenarnya adalah HFMD atau yang sering kali salah kaprah disebut sebagai Flu Singapura, merupakan penyakit yang sebenarnya cukup sering ditemui pada anak dan bayi,” kata Tjandra Yoga Aditama melalui pesan singkat di Jakarta, Sabtu.
Ia mengatakan HFMD memiliki masa inkubasi 3-7 hari yang ditandai dengan demam, muncul rash atau ruam pada kulit dan blister atau benjolan kecil di telapak kaki, tangan dan mukosa mulut. Penderita cenderung tidak nafsu makan dan nyeri pada tenggorokan.
“Biasanya, setelah satu atau dua hari setelah demam, timbul keluhan nyeri di mulut dimulai dari blister sampai kemudian dapat menjadi mucus. Lesi dapat terjadi pada lidah, gusi atau bagian dalam mulut lainnya,” katanya.
Tjandra yang juga Direktur Pasca-Sarjana Universitas YARSI menyebut HFMD bukan penyakit berat dan akan sembuh dalam 7-10 hari, pengobatan hanya bersifat suportif.
Dikatakan Tjandra penyebab HFMD adalah enterovirus, termasuk coxsackievirus A16, EV 71 dan echovirus.
“Memang pada kejadian amat sangat jarang, HFMD akibat EV 71 juga dapat menyebabkan meningitis dan bahkan encephalitis. Infeksi EV 71 bermula dari saluran cerna yang kemudian menimbulkan gangguan neurologik. Selain itu, HFMD akibat coxsackievirus A16 juga dapat menyebabkan meningitis,” katanya.
Dikatakan Tjandra, HFMD cukup menular melalui kontak langsung, cairan hidung dan tenggorokan, saliva, cairan dari blister atau tinja pasien. Masa penularan paling tinggi pada minggu pertama terinveksi.
“Tidak ada pencegahan khusus untuk HFMD, tetapi risiko tertular dapat diturunkan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), seperti cuci tangan pakai sabun (CTPS). Kalau keluhan cukup berarti memang baik berkonsultasi ke petugas kesehatan terdekat,” katanya.