Umrah untuk Guru-Guru Teladan Riau: Hadiah Kecil untuk Hati yang Tak Pernah Mengeluh

guru teladan riau
Plt Gubernur Riau SF Hariyanto memberikan hadiah umrah gratis secara simbolis kepada guru teladan. Foto: Antara

RISKS.ID – Di aula Kantor Gubernur Riau, Selasa siang itu, tepuk tangan menggema lebih lama dari biasanya. Bukan karena pesta besar, bukan pula karena parade kemegahan.

Tepuk tangan itu lahir dari penghormatan, kepada mereka yang sebagian besar hidupnya dihabiskan di ruang kelas, di sudut desa terpencil, dan di sekolah yang sunyi dari sorotan.

Bacaan Lainnya

Empat guru berdiri di panggung. Wajah mereka tidak semuanya tertawa lebar. Ada yang menunduk menahan haru, ada yang berkaca-kaca menyeka ujung mata. Pemerintah Provinsi Riau, melalui Pelaksana Tugas Gubernur SF Hariyanto, mengumumkan hadiah: umrah gratis bagi guru-guru teladan daerah ini. Hadiah yang mungkin tak pernah mereka bayangkan, apalagi minta.

“Alhamdulillah kami dari Pemprov Riau dapat membantu para guru teladan. Mulai dari guru SLB, SD, SMP sampai SMA kita berikan umrah. Kita dapatkan bantuan CSR dari perusahaan-perusahaan,” kata Hariyanto dengan suara yang ikut terseret arus haru yang memenuhi ruangan.

Keempat guru itu dipanggil satu per satu: Eva Susanti, pengajar SLB Pembina Pekanbaru. Tidak mudah mengajar anak-anak berkebutuhan khusus. Di balik senyumnya, ia menyimpan kesabaran yang tak semua orang mampu punya. Ia mengajari anak yang tak bisa membaca huruf tetapi bisa memahami kasih sayang.

Winismar, guru SDN 066 Rokan Hulu, yang rela menempuh jalan berlumpur tiap musim hujan agar siswanya tak belajar tanpa guru. Seringkali ia datang dengan pakaian bercap lumpur, namun tetap mengajar seakan perjalanan panjangnya tak pernah terjadi.

Zularpan dari SMP 5 Rokan Hilir, guru yang tetap bertahan meski gaji honorer bertahun-tahun nyaris tak cukup untuk kebutuhan keluarga. Ia tetap menulis, tetap menggambar massa depan lewat kapur putih di papan hitam.

Dan Irma Shinta, guru SMAN 14 Pekanbaru, yang sibuk membangun ruang belajar yang tak hanya ada di sekolah, tetapi juga di rumah-rumah siswanya. Ia percaya bahwa pendidikan bukan hanya soal nilai, tetapi tentang mimpi agar anak-anak mau pulang membawa harapan.

Pahlawan yang Tak Pernah Diketahui Banyak Orang

Tak hanya empat guru itu. Pemerintah juga memberikan penghargaan khusus kepada mereka yang mengajar di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Ada Suardi dan Febrina Yanti, yang mengabdi di SDN 10 Batang Buah, Kepulauan Meranti. Untuk sampai ke sekolah, mereka harus menaiki pompong kecil, menghadapi laut yang kadang bersahabat, kadang tidak.

Ada juga Wirda Hanum, guru SDN 1 Tualang Mandau, Bengkalis, yang bertahun-tahun mengajar di sekolah yang kadang kekurangan meja, kadang kekurangan buku, tetapi tidak pernah kekurangan semangat.

Mereka bukan sekadar mengajar. Mereka menjaga api pengetahuan agar tidak padam di daerah yang mungkin tak pernah masuk dalam berita besar.

Dalam peringatan Hari Guru Nasional tahun ini, SF Hariyanto membacakan pesan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia.

Isi pesannya sederhana namun begitu dalam;

“Guru hebat adalah guru yang mengajar dengan hati, menanamkan karakter, beradaptasi dengan teknologi, dan terus berinovasi. Hari ini, Indonesia berdiri tegak dengan semangat para guru.”

Sebuah kalimat yang terasa menyentuh mereka yang setiap hari mengangkat kapur, menahan lelah, dan tetap tersenyum saat menghadapi murid yang tak semuanya mudah diatur.

Guru Tidak hanya Dihormati saat Hari Guru

Hariyanto kemudian menjelaskan langkah besar pemerintah: menyentralisasi tata kelola guru dan tenaga kependidikan. Tujuannya agar guru mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik, distribusi tenaga pendidik yang merata hingga daerah terpencil, serta kepastian status bagi guru honorer.

“Semua ini dilakukan agar bapak dan ibu tidak lagi terbebani urusan administrasi dan dapat fokus pada tugas paling mulia yaitu mendidik dan membentuk masa depan bangsa.”

Kalimat itu seperti mengusap lelah para guru yang selama ini sibuk melengkapi berkas, mengurus administrasi, dan berjuang memastikan siswa tetap belajar meski fasilitas tak layak.

Empat guru yang berangkat umrah mungkin hanya sebagian kecil dari ribuan guru lain di Riau. Namun penghargaan itu menyampaikan pesan penting: bahwa guru perlu dihargai bukan hanya karena mengajar, tetapi karena mereka membentuk manusia.

Ada guru yang berangkat umrah tahun ini, ada yang berangkat ke sekolah seperti biasanya. Namun semuanya adalah pejuang yang sama: pejuang yang mengajarkan membaca agar anak-anak kelak bisa menulis nasibnya sendiri.

Dan ketika mikrofon dimatikan, saat tepuk tangan berhenti, perjuangan mereka kembali dilanjutkan esok pagi. Tidak di panggung, tetapi di ruang kelas. Tidak dengan hadiah, tetapi dengan kesabaran yang tak pernah habis.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *