RISKS.ID – Kinerja keuangan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk atau WIKA terus tertekan akibat penurunan kontrak baru dan terbatasnya proyek infrastruktur nasional.
Hingga September 2025, WIKA hanya mampu mengantongi kontrak baru sebesar Rp6,19 triliun, atau lebih rendah 60,25 persen (yoy) dibandingkan periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp15,58 triliun.
Kondisi ini terjadi sebagai imbas dari industri konstruksi yang tengah lesu karena pemotongan anggaran infrastruktur pemerintah pada tahun 2025.
Di saat bersamaan, WIKA harus tetap membayar pokok serta bunga atas pinjaman berbunga baik kepada bank maupun obligasi dan sukuk yang tinggi pada 2025 hingga tahun-tahun berikutnya.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai WIKA perlu segera mendapatkan tambahan kontrak baru untuk menggenjot kembali performa bisnisnya.
Menurutnya, perolehan kontrak baru ini justru diharapkan dapat menjaga arus kas dan memulihkan kinerja keuangan jangka pendek.
“Mau tidak mau WIKA harus mencari sumber-sumber pendapatan baru yang bisa memberikan keuntungan. Terutama dari proyek-proyek baru, baik dari BUMN maupun pemerintah,” ujar Tauhid di Jakarta, Senin.
Dampak dari penurunan kontrak baru sendiri telah tercermin pada kinerja keuangan perusahaan. Berdasarkan laporan keuangan terakhir, hingga Juni 2025, penjualan tercatat Rp5,86 triliun atau menurun 22,25 persen dibandingkan sebesar Rp7,53 triliun pada Juni 2024.
Tauhid menilai, penurunan tersebut terjadi karena berkurangnya investasi di sektor infrastruktur, baik dari pemerintah maupun swasta.
“Memang sekarang investasi di infrastruktur nasional sedang rendah. Pemerintah juga terbatas anggarannya, dan swasta biasanya mengikuti arah belanja pemerintah,” ujar Tauhid.





