RISKS.ID – Belakangan ini, dunia dikejutkan dengan kabar bir yang beredar di Arab Saudi. Yah, meski bir tersebut memiliki kandungan 0,0 persen alkohol, berita penjualan bir di negara Arab itu cukup mengejutkan dunia.
Di Indonesia, sejatinya ada bir yang lebih lama ada dan dijual bebas di pasaran. Namanya bir pletok.
Meski namanya mengandung kata “bir”, minuman khas Betawi ini sama sekali tidak mengandung alkohol dan justru dikenal kaya rempah, sehat, serta aman dikonsumsi semua kalangan.
“Bir pletok itu minuman tradisional bukan hanya menyegarkan, tapi juga sarat nilai sejarah dan identitas budaya Betawi. Bir pletok ini membuktikan bahwa budaya lokal bisa tetap eksis di tengah gempuran zaman, asalkan kita mau menjaga dan melestarikannya,” kata anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan Hardiyanto Kenneth beberapa waktu lalu.
Istilah “bir” dalam bir pletok bukan berasal dari alkohol, melainkan dari bunyi “pletok!” yang muncul saat minuman ini dituangkan ke dalam botol dengan es batu di masa lalu.
Perpaduan warna merah keunguan dari kayu secang membuat tampilan bir pletok mirip minuman fermentasi ala Barat, sehingga sempat dinamakan bir.
Namun, sejak awal bir pletok justru menjadi simbol perlawanan budaya Betawi terhadap minuman beralkohol pada masa kolonial.
Di saat orang Belanda menikmati alkohol, masyarakat Betawi menciptakan “tiruan” versi halal yang sehat dan menyegarkan.
Bir pletok sendiri dibuat dari sejumlah rempah pilihan:
– jahe
– serai
– kapulaga
– kayu manis
– daun pandan
– cengkih
– kayu secang
Perpaduan rempah tersebut tidak hanya menciptakan rasa pedas hangat yang khas, tetapi juga memberikan manfaat kesehatan seperti meningkatkan imun, melancarkan peredaran darah, mengurangi pegal, serta membantu pencernaan.
Aroma kuat jahe berpadu dengan wangi serai dan rasa manis yang umumnya berasal dari gula aren, menjadikan bir pletok cocok disajikan panas maupun dingin.
Dalam beberapa tahun terakhir, produsen UMKM di Jakarta, Depok, hingga Bekasi mulai memperluas produksi bir pletok ke skala industri kecil dengan sistem pengemasan modern:
– botol kaca
– kemasan cair ready to drink
– serbuk instan
– kemasan literan premium
Para pelaku usaha juga mulai menerapkan standar higienis dan mencantumkan komposisi pada label seperti minuman modern.
Beberapa UMKM bahkan telah mengantongi Sertifikat Halal dan BPOM, sehingga memperkuat kepercayaan pasar.
Pemasaran tidak lagi hanya sebatas di pasar tradisional atau festival budaya Betawi. Kini bir pletok masuk marketplace, minimarket lokal, hingga hotel dan restoran yang mengusung tema Nusantara.
Kedutaan Indonesia di sejumlah negara juga mulai memperkenalkan bir pletok dalam ajang diplomasi kuliner, seperti di Malaysia, Belanda, dan Uni Emirat Arab.
Beberapa eksportir mengaku permintaan datang lantaran minuman herbal semakin diminati pascapandemi.
Untuk menarik generasi muda, para pelaku kuliner mulai menciptakan kreasi baru berbasis bir pletok, seperti:
– bir pletok soda
– bir pletok latte jahe
– bir pletok dengan madu asli
– mocktail bir pletok premium
Meski mengalami modernisasi, cita rasa rempah tetap dipertahankan sebagai identitas utama.
Selain menjadi komoditas bisnis yang potensial, bir pletok juga menyandang nilai budaya yang kuat bagi masyarakat Betawi. Minuman ini kerap hadir dalam perayaan adat, seperti pernikahan, khitanan, hingga hajatan kampung. Di mata tokoh budaya Betawi, bir pletok bukan sekadar minuman, tapi ikon peradaban kuliner Jakarta yang wajib dilestarikan.
Dengan semakin banyaknya inovasi, jangkauan pasar yang meluas, hingga tren gaya hidup sehat yang meningkat, bir pletok berpotensi menjadi minuman nasional kebanggaan Indonesia. Karakternya unik, rasanya khas, halal, dan kaya manfaat.
Di tengah serbuan minuman asing, bir pletok berdiri sebagai pengingat: bahwa cita rasa Nusantara tidak hanya layak dipertahankan, tetapi juga bisa bersaing di pasar global.
