Citi Indonesia Proyeksikan Ekonomi RI Tumbuh 5,3 Persen pada 2026

CITI

RISKS.ID – Citibank, N.A., Indonesia (Citi Indonesia) memproyeksikan perekonomian Indonesia bisa mencapai pertumbuhan hingga 5,3 persen pada 2026.

“Kami melihat peluang kenaikan tingkat pertumbuhan ekonomi tahun depan. Kami melihat pertumbuhan ekonomi akan rebound dari kemungkinan sekitar 5,1 persen tahun ini (2025), menuju sekitar 5,3 persen di tahun 2026,” kata Chief Economist Citibank Indonesia Helmi Arman dalam konferensi pers Pemaparan Ekonomi dan Kinerja Keuangan Citi Indonesia Kuartal III/2025 di Jakarta, Selasa.

Bacaan Lainnya

Ia menjelaskan proyeksi tersebut berangkat dari mulai terlihatnya efek kebijakan yang bersifat kontra-siklus (counter-cyclical), baik dari sisi moneter maupun fiskal.

Dari sisi moneter, penurunan suku bunga oleh bank sentral AS alias The Fed diikuti oleh langkah Bank Indonesia (BI), sementara ekspansi likuiditas terjadi seiring perpindahan dana pemerintah dari BI ke sistem perbankan.

Menurut dia, pelonggaran moneter ini akan membantu menstabilkan pertumbuhan kredit yang saat ini masih melambat. Kredit diperkirakan mulai kembali stabil pada akhir tahun dan meningkat memasuki paruh kedua 2026.

Sektor-sektor yang sensitif terhadap suku bunga juga berpotensi pulih seiring tren suku bunga yang lebih rendah dan melimpahnya likuiditas.

Sebagai catatan, pertumbuhan kredit perbankan per September 2025 masih berada di level 7,7 persen.

Selain dorongan moneter, Helmi melihat potensi stimulus tambahan dari kebijakan fiskal. Kementerian Keuangan dinilai semakin tegas melakukan realokasi anggaran yang belum terserap, sehingga efektivitas belanja negara berpeluang meningkat.

“Ini seharusnya juga menjadi satu hal yang positif untuk tahun depan, di mana biasanya kebijakan fiskal itu sangat musiman dampaknya, dalam arti musim-musim tertentu di mana penyerapan anggaran itu belum optimal,” katanya.

Realisasi belanja yang lebih baik bisa menjaga likuiditas dalam sistem perbankan dan mendukung pertumbuhan konsumsi, termasuk program-program sosial yang menyasar kelompok berpendapatan menengah ke bawah.

Adapun sejumlah program stimulus yang digelontorkan pemerintah di akhir tahun ini dinilai dapat mendorong tingkat konsumsi masyarakat.

Salah satunya program penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang menyasar 35 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Lebih lanjut mengenai nilai tukar, Helmi menilai rupiah saat ini berada pada area undervalued jika dilihat dari nilai tukar efektif terhadap negara-negara mitra dagang.

Namun, tekanan terhadap rupiah masih muncul akibat selisih imbal hasil obligasi Indonesia dan US Treasury yang menyempit. Kondisi tersebut mendorong sebagian arus modal global beralih dari Asia ke Amerika Latin.

“Negara-negara Amerika Latin tingkat suku bunganya masih relatif tinggi dan peluang penurunan suku bunga ke depannya di sana lebih besar daripada di Asia,” jelasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *