Yang Wajib Kamu Tahu Perbedaan Gerd dan Gagal Jantung

gerd
Ilustrasi gerd. Foto: Ist

JAKARTA – Ketua Pokja Gagal Jantung Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) dr Siti Elkana Nauli mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai perbedaan gerd dan gagal jantung karena memiliki gejala yang mirip.

Kardiolog yang akrab disapa dr Nauli itu mengatakan, sering kali pasien yang memiliki gejala seperti sesak napas, hingga cepat kenyang atau merasa begah didiagnosis gerd dan tidak diberi rujukan untuk memeriksakan diri ke dokter jantung.

“Paling banyak mendapat pasien didiagnosis sakit lambung, tapi diberi obat lambung tidak sembuh-sembuh, ketika kita lihat rontgen ternyata jantungnya membesar, dan diberikan obat gagal jantung ternyata membaik,” kata dia kepada kantor berita Antara, Minggu (30/7).

“Semua keluhan itu tidak selalu identik dengan satu diagnosis saja,” ujar dr Nauli.

Ia menjelaskan, yang membedakan adalah umumnya, pasien gerd akan merasakan panas di dada, namun bukan sesak seperti gejala gagal jantung. Namun, beberapa penderita gerd yang lebih parah juga bisa merasa sesak.

Pemeriksaan mandiri untuk tahap awal, menurut dr Nauli, juga bisa dilakukan untuk mengetahui perbedaan tersebut dengan menekan perut area lambung, yang letaknya sedikit pada sisi kiri.

“Kalau gerd, ketika ditekan itu rasanya tidak nyaman atau nyeri, tetapi kalau gagal jantung justru tidak ada keluhan rasa apa pun, tetapi kita merasakan keras, lumayan keras tetapi pasiennya tidak mengeluh rasa nyeri atau perih,” jelasnya.

Meski dianggap mirip, kardiolog yang berpraktik di RSUD Kabupaten Tangerang itu menyebut sebenarnya perbedaan gejala kedua penyakit itu sangat jelas. Gejala gagal jantung umumnya terjadi pada waktu malam menjelang pagi, sedangkan gejala gerd dapat terjadi dalam waktu yang tak tentu.

“Gerd biasanya dicetuskan oleh hal tertentu misalnya peningkatan stres, atau kondisi lambung yang tidak stabil, atau kondisi makan yang tidak stabil, jadi memang ada pencetus khusus yang terkait dengan kondisi biasanya makan atau tingkat kecemasan seseorang,” imbuh dr Nauli.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *