MASJID Al Madinah jadi role model masjid modern, fokus ramah keluarga. Ada fasilitas anak, kajian, dan FGD bahas kebutuhan masyarakat.
Dalam hiruk pikuk kehidupan modern yang serba cepat, peran masjid kerap kali dihadapkan pada persimpangan, tetapkah akan menjadi menara gading spiritual yang kaku, ataukah nantinya dapat bertransformasi sehingga dapat merangkul semua.
Pertanyaan ini menjadi relevan ketika kita melihat realitas banyak keluarga. Bagi orang tua dengan anak-anak yang aktif, atau mereka yang mendampingi lansia, kunjungan ke rumah ibadah tak jarang terasa seperti medan yang penuh tantangan.
Fasilitas yang tidak adaptif, seperti minimnya ruang bermain yang aman atau aksesibilitas yang terbatas, seringkali menjadi penghalang bagi partisipasi penuh, mengubah niat baik menjadi kebingungan atau bahkan keengganan.
Fenomena ini memicu diskusi esensial tentang masa depan arsitektur dan program masjid. Bukan sekadar membangun menara yang menjulang tinggi, melainkan bagaimana setiap sudut ruang mampu bernapas dengan semangat ramah keluarga.
Secara tidak langsung hal ini harus merancang lingkungan di mana tangisan bayi tidak dianggap gangguan, tawa anak-anak menjadi musik yang meramaikan, dan kehadiran lansia serta disabilitas adalah prioritas, bukan pengecualian.
Konsep ‘Masjid Ramah Keluarga’ ini sesungguhnya adalah tentang menciptakan ekosistem spiritual yang dinamis, relevan, dan nyaman untuk semua generasi, memperkuat ikatan emosional antara individu dengan rumah Tuhannya sejak usia dini.
Dalam konteks inilah, sebuah inisiatif progresif hadir dari Masjid Al Madinah, yang terletak di jantung Zona Madina Dompet Dhuafa, Parung, Bogor.
Masjid ini bukan sekadar sebuah bangunan ibadah yang modern karna ini sebagai laboratorium hidup yang bereksperimen dengan konsep masjid masa depan. Al Madinah secara sadar membangun dan mengimplementasikan sebuah visi di mana kenyamanan spiritual berpadu harmonis dengan kebutuhan praktis keluarga.
Ruang Aman dan Ramah Bagi Keluarga
Konsep “ramah keluarga” di Masjid Al Madinah sebenarnya bukan sekadar tempelan, melainkan filosofi yang tertanam kuat dalam setiap aspeknya. Visi utama di balik ini adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan seluruh anggota keluarga, dari balita hingga lansia, merasa betah dan terhubung dengan masjid.
Hal Ini adalah upaya strategis untuk menarik generasi muda sejak dini dan memperkuat ikatan spiritual dalam keluarga. Untuk mewujudkan filosofi tersebut, Masjid Al Madinah dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang menunjang.
Misalnya, area bermain anak yang didesain secara cermat, terpisah namun tetap terpantau, memungkinkan orang tua beribadah dengan tenang tanpa khawatir anak rewel.. Tidak ketinggalan, toilet ramah anak dan aksesibilitas seperti ramp bagi lansia dan penyandang disabilitas turut melengkapi kenyamanan.
Ini semua bukan hanya fasilitas, tetapi manifestasi dari pemahaman bahwa setiap anggota keluarga memiliki kebutuhan unik yang harus diakomodasi. Selain infrastruktur fisik, Masjid Al Madinah juga memperkuat konsep ini melalui program-program yang cukup berdampak.
Ada kajian khusus keluarga yang membahas isu-isu relevan, kelas tahsin anak, hingga berbagai kegiatan tematik yang dirancang untuk melibatkan seluruh anggota keluarga, menjadikan masjid bukan hanya destinasi ibadah, tetapi juga pusat pembelajaran dan rekreasi yang positif.
Mengurai Kompleksitas Kebutuhan Keluarga Melalui FGD
Masjid Al Madinah tidak berpuas diri dengan pencapaian yang ada. Mereka memahami bahwa kebutuhan masyarakat terus berkembang, dan untuk itu, inisiatif berkelanjutan menjadi kunci.
Salah satu wujud komitmen ini adalah penyelenggaraan Focus Group Discussion (FGD) secara berkala. FGD ini menjadi wadah krusial untuk mengumpulkan masukan dan ide dari berbagai pihak, dengan melibatkan pakar dari berbagai disiplin ilmu yang relevan.
Dalam FGD terbaru, diskusi diperkaya oleh kontribusi para ahli. Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, M.Si, Pakar Ketahanan Keluarga dan Guru Besar IPB, Dr. J. Jopie Gilalo SH, MH, Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Bogor hingga Ust. Imam Al-Faruq SEI, ME, Sekjen Kolaborasi Masjid Pemberdaya, yang memberikan perspektif implementasi dan pemberdayaan komunitas.
FGD ini bukan sekadar forum diskusi teoritis ini adalah bentuk bagian integral dari proses pengembangan Al Madinah yang terus-menerus mendengarkan, menganalisis, dan beradaptasi untuk memenuhi kebutuhan riil komunitasnya.
Gagasan-gagasan konkret yang muncul dari sinergi para pakar ini siap dipertimbangkan untuk diimplementasikan, memastikan Masjid Al Madinah tetap relevan dan progresif.
Dampak dan Potensi Sebagai Role Model
Hasil dari pendekatan “ramah keluarga” ini sangat terasa di Masjid Al Madinah. Banyak jamaah yang mengaku merasa lebih tenang dan nyaman membawa serta keluarga mereka beribadah.
“Dulu sering khawatir anak rewel dan mengganggu, tapi di sini ada area khusus jadi lebih santai,” ujar salah seorang ibu yang rutin membawa anaknya ke Al Madinah.
Anak-anak pun kini melihat masjid sebagai tempat yang menyenangkan dan bukan sekadar ruang formal yang kaku.
Dengan inovasi desain, fasilitas yang mendukung, dan komitmen pengurus yang partisipatif melalui beberapa kegiatan, Masjid Al Madinah layak disebut sebagai role model. Mereka telah menunjukkan bahwa masjid modern harus mampu beradaptasi, menjadi ekosistem yang hidup dan peduli terhadap setiap individu dalam komunitasnya.
Harapannya, Masjid Al Madinah dapat terus menginspirasi masjid-masjid lain di Indonesia untuk mengadopsi konsep serupa. Dengan lebih banyak masjid yang menerapkan pendekatan ramah keluarga,
Sehingga nantinya dapat membangun generasi muslim yang lebih kuat, merasa nyaman dan terikat dengan rumah ibadah sejak dini, sekaligus menjadikan masjid sebagai pusat peradaban yang relevan di setiap era.
Penulis:
Adipatra Kenaro Wicaksana
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta
Artikel Masjid Al Madinah, Pionir Ruang Ibadah yang Ramah Keluarga pertama kali tampil pada tangselxpress.com.
tangselxpress.com