RISKS.ID, Jakarta – Indeks Harga Konsumen (IHK) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengalami deflasi sebesar 0,15 persen secara bulanan (month to month/mtm) pada Mei 2025.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi tahunan (year on year/yoy) daerah ini tercatat sebesar 2,04 persen, sementara secara tahun kalender (year to date/ytd) mencapai 1,56 persen.
“Deflasi terjadi baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan,” ujar Kepala Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) DIY, Sri Darmadi Sudibyo, dalam siaran pers yang dikutip Rabu (4/6/2025).
Di kota Yogyakarta tercatat deflasi sebesar 0,16 persen (mtm), sedangkan di Kabupaten Gunungkidul deflasi tercatat 0,14 persen (mtm).
Penurunan IHK ini terutama dipicu oleh melimpahnya pasokan sejumlah komoditas hortikultura, seperti cabai rawit, cabai merah, dan bawang merah. Ketiga komoditas tersebut masing-masing menyumbang andil deflasi sebesar 0,12 persen, 0,07 persen, dan 0,06 persen secara bulanan.
Sudibyo menjelaskan bahwa penurunan harga dipengaruhi oleh pasokan yang terjaga di sentra produksi seperti Muntilan dan Wates, serta daerah lain di luar Jawa, termasuk Sulawesi. Sementara itu, permintaan menjelang perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Iduladha terpantau tetap stabil.
Meski demikian, laju deflasi lebih lanjut tertahan oleh kenaikan harga emas perhiasan dalam kelompok pengeluaran Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya. Komoditas ini mencatatkan andil inflasi sebesar 0,03 persen (mtm), didorong oleh kenaikan harga emas global yang mendorong konsumen beralih ke emas sebagai aset lindung nilai (safe haven).
Bank Indonesia (BI) memproyeksikan inflasi DIY hingga akhir 2025 tetap berada dalam rentang target 2,5±1 persen. Proyeksi ini merujuk pada Laporan Perekonomian Daerah KPw BI DIY yang diterbitkan pada Februari 2025.
Dalam laporan tersebut, BI menilai kondisi cuaca sepanjang tahun ini relatif lebih mendukung dibandingkan periode sebelumnya, sehingga memperkuat produksi pangan dan membantu menjaga stabilitas harga di tingkat konsumen.
Meski demikian, beberapa risiko tetap perlu diantisipasi, antara lain tekanan eksternal dan domestik yang dapat memengaruhi ekspektasi inflasi masyarakat, serta potensi lanjutan kenaikan harga emas global akibat ketidakpastian pasar. (*)