RISKS.ID, Jakarta – Survei terbaru YouGov mengungkapkan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia memiliki tingkat kepercayaan tinggi terhadap konten berita yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI).
Sebanyak 70 persen responden menyatakan percaya pada berita buatan AI, bahkan menyamakan atau melebihi kepercayaan mereka terhadap berita yang ditulis oleh manusia. Angka ini merupakan yang tertinggi di antara 17 negara yang disurvei.
General Manager YouGov Indonesia Edward Hutasoit mengatakan bahwa survei ini juga mencerminkan sikap masyarakat Indonesia yang optimistis terhadap peran AI dalam kehidupan sehari-hari.
Sebanyak 36 persen responden menunjukkan sikap positif terhadap perkembangan AI, jauh di atas rata-rata global yang hanya mencapai 24 persen.
Namun, meskipun terbuka terhadap teknologi, sebagian masyarakat tetap berhati-hati. Sebanyak 34 persen responden Indonesia mengaku waspada terhadap peran AI, lebih tinggi dibanding Hong Kong (11 persen) dan Singapura (27 persen). Hal ini menunjukkan kombinasi antara sikap terbuka dan kehati-hatian dalam menyikapi teknologi baru.
Menurut Edward, transparansi menjadi isu krusial. Sebanyak 77 persen responden menilai pentingnya penandaan yang jelas jika suatu konten dibuat oleh AI. Di sisi lain, 54 persen responden merasa regulasi saat ini sudah mencukupi, sementara sisanya menginginkan pengawasan yang lebih ketat.
“Di Indonesia, keseimbangan antara pemanfaatan teknologi dan keterbukaan informasi menjadi kunci dalam menjaga kepercayaan publik,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (30/5/2025).
Survei juga mencatat bahwa masyarakat Indonesia termasuk yang paling nyaman dengan berbagai jenis konten digital berbasis AI. Sebanyak 58 persen responden merasa nyaman dengan gambar buatan AI, 56 persen dengan video, dan 54 persen terhadap konten media sosial. Selain itu, 51 persen terbuka terhadap artikel atau blog buatan AI, dan 44 persen terhadap email atau buletin digital.
Menariknya, hampir 50 persen responden Indonesia juga bersedia berinteraksi dengan influencer digital berbasis AI, dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan rata-rata global yang hanya mencapai 24 persen.
Meski begitu, sejumlah kekhawatiran tetap muncul. Sekitar 48 persen responden mengkhawatirkan hilangnya sentuhan manusia dalam konten AI, 46 persen menyoroti isu privasi dan penggunaan data, dan 32 persen mencemaskan potensi penyebaran misinformasi dan konten palsu (deepfake).
“Temuan ini menunjukkan pentingnya penerapan prinsip transparansi dan etika dalam pemanfaatan AI, terutama di sektor media dan komunikasi,” pungkas Edward. (*)