RISKS.ID, Jakarta – Memanasnya konflik atau perang antara Iran dan Israel yang turut melibatkan Amerika Serikat (AS) semakin memperumit situasi geopolitik di Timur Tengah. Mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) periode 2016–2019, Arcandra Tahar, menilai konflik seperti ini tidak terlepas dari upaya negara-negara untuk mengamankan pasokan energi.
Menurut Arcandra, strategi pengamanan energi dilakukan berbagai cara, mulai dari pendekatan militer hingga politik. Bahkan, beberapa negara tak segan mengganti rezim atau menciptakan ketidakstabilan demi mengamankan suplai energi.
Pendekatan Militer
Arcandra mencontohkan strategi Nazi Jerman saat Perang Dunia II. Setelah berhasil mengembangkan teknologi konversi batu bara menjadi bahan bakar cair, Jerman menyerbu Polandia, negara dengan cadangan batu bara besar, untuk memenuhi kebutuhan energinya.
Hal serupa juga terjadi ketika Jepang menginvasi sejumlah wilayah, termasuk Indonesia, demi mengamankan pasokan minyak setelah Amerika Serikat menghentikan ekspor energi ke Negeri Sakura.
Pendekatan Politik
Usai Perang Dunia II, pendekatan politik mulai dominan. Salah satunya terlihat dari kerja sama strategis antara AS dan Arab Saudi dalam pembentukan Arabian American Oil Company (Aramco). AS menjamin keamanan Arab Saudi sebagai imbalan atas ekspor minyak ke Washington.
Arcandra juga menyinggung nasionalisasi Terusan Suez oleh Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser yang memicu krisis energi di Eropa akibat terganggunya jalur distribusi.
Selain Terusan Suez, Selat Hormuz kini menjadi kawasan strategis yang diperebutkan demi keamanan pasokan energi global.
Penggulingan Kepemimpinan
Strategi lain yang digunakan negara-negara besar adalah penggantian rezim. Arcandra menyoroti kudeta terhadap Perdana Menteri Iran Mohammad Mossadegh pada 1950-an. Setelah Mossadegh dilengserkan, perusahaan minyak AS seperti Exxon dan Chevron masuk ke Iran menggantikan dominasi British Petroleum.
Destabilisasi Kawasan
Cara lainnya adalah menciptakan instabilitas di kawasan produsen energi. Arcandra mengutip embargo minyak Arab terhadap AS tahun 1973 sebagai salah satu bentuk tekanan geopolitik. Akibat embargo tersebut, AS mengalami krisis energi parah dengan antrean panjang di SPBU.
Ia menambahkan, dalam beberapa kasus, hasil penjualan minyak bahkan digunakan untuk memperkuat kekuatan militer. Hal ini pernah ia tulis berdasarkan buku The Prize karya Daniel Yergin, yang menggambarkan bagaimana energi kerap dijadikan alat politik dan kekuasaan. (*)