DI tengah derasnya arus perubahan global, dunia saat ini sedang diguncang oleh gelombang besar yang bernama era ekonomi digital. Perubahan ini tidak hanya mengubah cara kita berbelanja, berkomunikasi, atau bekerja, tetapi juga mengguncang pondasi profesi yang selama ini dianggap statis: akuntansi.
Profesi ini tidak lagi sebatas menghitung angka atau menyusun laporan keuangan, tetapi dituntut untuk menjadi motor penggerak transparansi, efisiensi, dan kepercayaan di era yang serba cepat. Pertanyaannya, siapkah akuntansi bertransformasi?
Transformasi akuntansi bukan sekadar pilihan, melainkan sebuah keharusan. Revolusi digital telah melahirkan teknologi seperti artificial intelligence (AI), big data, cloud computing, hingga blockchain yang merombak sistem pencatatan, audit, dan pelaporan keuangan. Jika para akuntan masih bertahan pada pola lama, mereka akan tertinggal jauh, bahkan bisa tergilas oleh mesin yang lebih cepat, lebih akurat, dan lebih efisien. Namun di balik ancaman itu, tersimpan peluang emas: akuntansi bisa naik kelas menjadi profesi yang lebih strategis, analitis, dan berperan dalam pengambilan keputusan besar.
Tidak bisa dipungkiri, publik menaruh kepercayaan besar pada profesi akuntansi. Setiap laporan keuangan yang disusun, setiap audit yang dilakukan, menjadi landasan bagi investor, pemerintah, hingga masyarakat dalam menilai kesehatan ekonomi. Di era digital, tanggung jawab itu menjadi semakin berat. Kesalahan sekecil apa pun bisa berdampak besar, apalagi ketika data beredar begitu cepat dan terbuka. Di sinilah transformasi digital menjadi perisai, agar profesi ini tetap relevan sekaligus menjaga martabatnya sebagai penjaga kejujuran finansial.
Namun, transformasi ini tidak akan berjalan mulus tanpa kesiapan sumber daya manusia. Akuntan dituntut tidak hanya menguasai standar akuntansi, tetapi juga melek teknologi. Kemampuan membaca data besar, memahami sistem digital, hingga berpikir kritis terhadap analisis keuangan menjadi harga mati. Dunia pendidikan pun ditantang untuk berbenah. Kurikulum harus beradaptasi, tidak lagi hanya menjejalkan teori konvensional, tetapi juga melatih mahasiswa dengan perangkat lunak, simulasi digital, dan pemahaman etika di tengah teknologi yang semakin canggih.
Di sisi lain, transformasi akuntansi juga menyentuh sisi emosional kita sebagai bangsa. Bukankah selama ini kita sering merasa kecewa ketika mendengar kasus manipulasi laporan keuangan, korupsi, atau skandal bisnis yang merugikan rakyat? Bayangkan jika teknologi digital benar-benar dimanfaatkan, transparansi akan menjadi budaya, bukan sekadar slogan. Akuntansi digital bisa menjadi senjata ampuh untuk melawan praktik-praktik kotor, mempersempit ruang gelap, dan pada akhirnya menumbuhkan kembali rasa percaya masyarakat terhadap dunia bisnis dan pemerintahan.
Oleh karena itu, transformasi akuntansi harus kita lihat bukan sebagai ancaman, melainkan panggilan zaman. Ini adalah momentum untuk membuktikan bahwa profesi akuntansi bukan sekadar “penjaga angka”, tetapi juga garda terdepan dalam mewujudkan ekonomi digital yang sehat, jujur, dan berdaya saing. Jika kita semua, mulai dari praktisi, akademisi, hingga pembuat kebijakan, berani mengambil langkah, maka akuntansi akan menjadi kunci adaptasi, bahkan lokomotif yang membawa Indonesia melaju lebih percaya diri di kancah global. Saatnya kita bersatu, karena transformasi akuntansi bukan hanya urusan para akuntan, melainkan masa depan bangsa.
Penulis:
Riska Pradisa
Mahasiswi Magister Akuntansi Universitas Pamulang
Artikel Transformasi Akuntansi: Kunci Adaptasi di Era Ekonomi Digital pertama kali tampil pada tangselxpress.com.
tangselxpress.com